Salah satu orangtua peserta Jambore Dunia di Korea Selatan dari Jawa Barat, Herzaky Mahendra Putra, mengeluhkan cuaca di sana yang tidak bersahabat. Alih alih berharap sang anak mendapatkan pengalaman mandiri layaknya pramuka, Herzaky mengungkapkan fenomena gelombang panas membuat anaknya dipaksa berhadapan pada pengalaman bertahan hidup. Herzaky tidak menampik jika makanan tersebut jauh lebih baik dibandingkan 100 juta rakyat Indonesia yang sedang dilanda kemiskinan.
"Tapi di tengah aktivitas yang mereka lakukan, di bawah gelombang panas yang sedang melanda Korea Selatan, membuat asupan nutrisi ini jauh dari memadai," tulisnya. Dikatakan Herzaky bahwa anak tercintanya untuk mendapatkan cairan dan nutrisi untuk penuhi kebutuhan tubuh harian harus berjalan minimal tiga kilometer jauhnya. "Untuk mendapatkan tambahan cairan dan nutrisi, harus berupaya sendiri, dengan berjalan kaki minimal 3 km ke convinience store yang jumlahnya hanya 5 untuk melayani 40rb lebih peserta," kata Herzaky.
Heboh Pengakuan Ria Ricis Sebenarnya Tak Mau Cerai dari Teuku Ryan Pj Bupati Aceh Utara Mutasi Delapan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Mundur dari Kabinet, Mahfud MD Bicara Hati ke Hati dengan Jokowi
Calon Pemenang Pilpres 2024 Mulai Terlihat Jelang Pencoblosan, 6 Hasil Survei Elektabilitas Terbaru Halaman 4 'Cukup Pak Mahfud yang Mundur', Hashim Djojohadikusumo Pastikan Prabowo Tak Ikut Mundur dari Kabinet Ahok Buka Suara Usai Diisukan Mundur dari Pertamina Demi Ganjar Pranowo
Idham Mase Kekeuh Cerai dengan Catherine Wilson, Kecewa Keket Tak Mundur dari Caleg, Rebutan Suara Halaman 3 Parahnya lagi diungkapkannya bahwa antrian untuk mendapatkan cairan dan nutrisi tersebut sangat panjang. "Sudah kelaparan, kehausan, kecapekan, masih ditambah harus antri panjang sambil diterpa gelombang panas. Banyak teman anak kami yang sudah tumbang. Tangis tiap malam terus terdengar di tenda tenda teman teman anak kami sambil menelpon ortunya," ungkapnya.
Herzaky melanjutkan keadaan diperparah dengan adanya bunyi mobil ambulans yang kerap terdengar nyaring ditelinga. "Bunyi ambulan juga menjadi sering terdengar. Bahkan, tak sedikit yang dirawat di rumah sakit. Untuk buang air pun, harus berjalan kaki minimal 2 km pulang pergi di tengah terik panas 38 39 derajat," lanjutanya. Kekecewaan Herzaky Semakin menjadi jadi saat panitia yang mendampingi menyebutkan bahwa keadaan Jambore Dunia di Korsel baik baik saja.
"Yang luar biasanya, saat situasi ini disampaikan ke panitia dari Kwarnas yang ikut mendampingi di Korsel, mereka menyampaikan ke ortu peserta kalau situasinya baik baik saja. Bukannya berupaya jujur dan berusaha agar memberikan solusi atas kesulitan anak anak peserta, mereka malah berupaya menutupi situasi sebenarnya," tulis Herzaky. Dikatakan Herzaky, klaim panitia sangat berbeda dengan pemerintah Inggris yang sudah mengambil aksi cepat dan memindahkan 4rb kontingen Inggris ke hotel hotel di Seoul dan keluar dari site Jambore Dunia ini. Begitu juga dengan pemerintah Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya. "Pemberitaan di media nasional pun sangat minim mengenai ini. Kami hanya bisa mendapatkan informasi dari anak anak yang menjadi peserta secara langsung melalui video call dan berita berita di berbagai media internasional. Sedangkan saat ini, charging station sedang mati. Komunikasi dengan anak anak kami terputus," sambungnya.
Herzaky mengungkapkan kondisi anaknya saat ini bukan hanya lelah fisik tapi juga mentalnya. "Situasi saat ini bukan lagi masalah fisik, kelelahan luar biasa, kaki yang lecet lecet, bahkan ada yang mesti pakai tongkat, melainkan sudah membuat teror mental bagi anak anak kami, peserta jambore ini. Kami sangat mengkhawatirkan keselamatan, keamanan, dan kondisi mental anak anak kami, saat ini, dan ke depannya," katanya. Herzaky meminta kejujuran dari pihak panitia yang mendampingi Jambore Dunia di Korsel untuk jujur soal kondisi yang sebenarnya.
"Tolong jujur. Cek betul situasi di lapangan. Keselamatan dan kesehatan anak anak kita sangatlah berharga. Jangan memaksakan untuk melanjutkan ini. Apalagi Badan Jambore Dunia sudah meminta kegiatan ini dipersingkat," tulus Herzaky. "Tolong Bapak Presiden, Bapak Menpora, Kwarnas, dan Kedubes Indonesia di Korea Selatan, berbuat sesuatu. Waktu demi waktu sangat berharga untuk ribuan anak kita yang hadir di sana mewakili Indonesia," harapnya.